a) PEMBERIAN INFORMASI EFEKTIF
b) SAAT-SAAT SULIT DALAM PENERAPAN KIP/K
c) UPAYA MENGATASI SAAT - SAAT SULIT DALAM KIP/K
d) KESULITAN SAAT KONSELING
e) UPAYA UNTUK MENGATASI KESULITAN SAAT KONSELING
http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com/
PEMBERIAN INFORMASI DIKATAKAN EFEKTIF APABILA :
1. Informasi yang diberikan spesifik, dapat membantu klien dalam membuat keputusan.
2. Informasi disesuaikan dengan situasi klien dan mudah dimengerti.
3. Memperhatikan hal - hal :
· singkat dan tepat (pilih hal – hal penting yang perlu diingat klien)
· menggunakan bahasa sederhana
· gunakan alat bantu visual saat menjelaskan
· beri kesempatan klien untuk bertanya dan minta klien untuk mengingat hal - hal penting.
SAAT - SAAT SULIT DALAM KIP/K
1. Diam
2. Klien menangis
3. Konselor meyakini bahwa tidak ada pemecahan bagi masalah klien
4. Konselor melakukan kesalahan
5. Konselor tidak tahu jawaban dari pertanyaan klien
6. Klien menolak bantuan konselor
7. Klien merasa tidak nyaman dengan jenis kelamin konselor
8. Waktu yang diiliki konselor terbatas.
9. Konselor tidak menciptakan hubungan yang baik
10. Konselor dan klien sudah saling kenal
11. Klien berbicara terus dan yang dibicarakan tidak sesuai dengan topik pembicaraan.
12. Klien bertanya tentang hal - hal pribadi konselor
13. Konselor merasa dipermalukan dengan suatu topik pembicaraan.
14. Keadaan kritis.
UPAYA MENGATASI SAAT - SAAT SULIT DALAM KIP/K
1. Diam
Klien tidak mau berbicara selama beberapa waktu. Hal ini terjadi pada klien yang merasa cemas atau marah.
• Apabila terjadi pada awal pertemuan, setelah beberapa saat, sebaiknya konselor memperhatikan hal ini dengan mengatakan : misalnya “saya mengerti hal ini sulit untuk dibicarakan”, biasanya pada awal – awal pertemuan klien –klien saya juga merasa begitu. Apakah ibu merasa cemas?
• Apabila klien diam karena marah, sebagai konselor anda dapat berkata : bagaimana perasaan ibu setelah berada disini sekarang?. Pertanyaan – pertanyaan ini harus diikuti dengan suasana hening selama beberapa saat, pada saat ini konselor memandang klien dan memperlihatkan sikap tubuh yang menunjukkan perhatian.
• Apabila terjadi pada pertengahan pertemuan, konselor harus memperhatikan pada konteks pembicaraan dan menilai mengapa hal ini terjadi. Mungkin hal tersebut terjadi karena klien merasa berat menceriterakan hal – hal yang pribadi atau suatu rahasia tentang dirinya atau ia tidak senang dengan sikap konselor. Pada umumnya lebih baik menunggu beberapa saat, memberikan kesempatan pada klien untuk mengekspresikan perasaan atau pikirannya, meskipun konselor merasa tidak nyaman dengan keadaan tersebut.
• Apabila klien diam karena sedang berfikir. Konselor tidak perlu berusaha memecahkan kesunyian, juga tidak perlu menunjukkan sikap tidak menerima.
2. Klien menangis
Klien yang menangis tersedu – sedu membuat konselor merasa tidak nyaman. Reaksi wajar yang dapat kita lakukan adalah berusaha menenangkan, tetapi hal ini tidak selalu menguntungkan dalam konseling. Menangis bisa disebabkan karena beberapa alasan. Ada kemungkinan untuk melepaskan emosi. Dalam hal ini yang dapat dilakukan konselor adalah menunggu beberapa saat dan apabila terus menangis katakan bahwa tidak apa – apa kalau masih ingin menangis. Biasanya tangisan mereda sendiri setelah beberapa lama. Kadang – kadang menangis dilakukan untuk menarik perhatian atau untuk menghentikan pertanyaan – pertanyaan yang menyelidik lebih lanjut. Tangisan juga merupakan cara klien untuk memanipulasi konselor. Perlu ditegaskan lagi bahwa cara terbaik adalah dengan memberi kesempatan klien untuk menangis.
3. Konselor meyakini bahwa tidak ada pemecahan bagi masalah klien
Kondisi ini biasanya mencemaskan, konselor merasa tidak tau harus berbuat apa. Perlu diingat bahwa fokus utama konseling adalah pada subyek atau orangnya, bukan pada masalahnya. Meskipun masalah yang dihadapi sangat sulit, seperti misalnya seorang remaja putri ingin melakukan aborsi, sementara konselor tidak mungkin memenuhi permintaan tersebut atau misalkan seorang ibu yang kehilangan bayi yang baru dilahirkannya. Dalam hal ini tidak berarti bahwa konselor tidak dapat menolong klien. Salah satu langkah yang dapat dilakukan terhadap klien yang mendesak ingin dibantu konselor dalam memecahkan masalahnya adalah dengan mengatakan pada klien bahwa meskipun konselor tidak dapat mengubah keadaaan tetapi konselor akan selalu menyediakan waktu untuk klien, membantu klien saat – saat sulit. Semakin mengenal klien secara baik maka akan sangat membantu, karena pada klien dapat timbul perubahan pandangan atau pemikiran baru sehingga klien lebih siap dalam menghadapi masalahnya. Semakin lama klien mengeksplorasi dan mengekspresikan dirinya maka semakin memungkinkan baginya untuk memehami mengapa keadaan itu terjadi pada dirinya dan semakin menguatkan dirinya dalam menghadapi kesulitan.
4. Konselor melakukan kesalahan
Dalam banyak hal konselor dapat melakukan suatu kesalahan, konselor mungkin salah mengartikan maksud kata – kata klien, konselor mungkin tidak konsentrasi sehingga bertanya berkali – kali pada klien tentang suatu hal, konselor mungkin memberikan informasi yang salah, konselor mungkin merasa malu atau marah karena ucapan klien. Hal utama yang terpenting untuk menciptakan hubungan yang baik dengan klien adalah bersikap jujur. Menghargai klien adalah salah satu hal yang penting dalam konseling. Menghargai dan mempercayai klien dapat ditunjukkan dengan cara mengakui bahwa konselor telah melakukan kesalahan. Minta maaflah apabila salah atau keliru. Misalnya konselor dapat mengatakan : maaf saya lupa bahwa tadi ibu sudah mengatakan kalau ibu sudah memiliki tiga orang anak. Seandainya konselor tersinggung atau marah karena kata – kata klien, konselor perlu menyadari dan dapat mengatakan penyesalan. Perlu diketahui bahwa apapun reaksi emosi konselor, akan dirasakan klien. Semakin terbuka perasaan kita selama pertemuan dengan klien maka semakin terbuka pula perasaan klien.
5. Konselor tidak tahu jawaban dari pertanyaan klien
Hal ini merupakan merupakan kecemasan yang biasa diutarakan oleh konselor. Seperti situasi sebelumnya, sudah sepantasnya mengatakan bahwa konselor tidak dapat menjawab pertanyaan klien, tetapi akan berusaha mencari informasi tersebut untuk klien. Konselor dapat menunjukkan sumber lain untuk menjawab pertanyaan tersebut. Mengelak pertanyaan atau menjawab tanpa dasar pengetahuan akan lebih berpengaruh negatif dalam hubungan dengan klien yang sudah terbina dengan baik, lebih baik mengakui keterbatasan pengetahuan konselor.
6. Klien menolak bantuan konselor
Pada pertemuan pertama penting sekali menjajagi mengapa dan apa yang mendasari atau mendorong klien untuk datang berkonsultasi, banyak klien yang merasa terpaksa datang, mungkin karena diperintah oleh mertua, mungkin karena takut mengetahui ada sesuatu dengan kondisi kesehatannya, dsb. Membuka pembicaraan dengan menanyakan mengapa mereka datang ke klinik akan sangat membantu . Selanjutnya, kita dapat mengatakan : ”Saya dapat mengerti perasaan ibu, saya senang ibu datang hari ini untuk mendiskusikan tentang kondisi kesehatan ibu, kita punya waktu untuk membicarakan tentang kebutuhan-kebutuhan ibu”. Kalau klien sama sekali tidak mau bicara, tekankan pada hal-hal yang positif, paling tidak ia sudah datang dan berkenalan dengan konselor, mungkin ia mau mempertimbangkan kembali. Sarankan untuk melakukan pertemuan lanjutan.
7. Klien merasa tidak nyaman dengan jenis kelamin konselor
Kesulitan ini diucapkan klien dengan mengatakan :”Saya canggung membicarakan hal itu dengan wanita.” Saya berharap berhadapan dengan laki-laki.” Kemungkinan hal itu tidak disampaikan secara verbal, tetapi konselor dapat melihat dari sikap klien. Dalam situasi seperti ini, sebaiknya konselor mengemukakan hal ini dengan mengatakan : ”Barangkali Bapak mengharapkan akan berhadapan dengan konselor pria?”. Selanjutnya katakan :”Orang kadang-kadang awalnya merasa lebih nyaman berbicara dengan seseorang yang sama (atau berlawanan) jenis kelaminnya, menurut pengalaman saya semakin lama hal itu semakin tidak penting apabila kita sudah semakin mengenal teman bicara kita. Bagaimana kalau kita coba lanjutkan dan lihat bagaimana nantinya.!” Biasanya klien menerima, dan masalah ini hilang dengan sendirinya bila konselor bersikap penuh perhatian, menghargai klien dan tidak menilai terhadap klien. Pengunaan kata-kata menunjukkan perhatian positif dan refleksi akan sangat membantu karena klien merasa diterima apapun kata-kata yang diucapkannya. Apabila klien menyampaikan sebelumnya bahwa dirinya menghargai konselor yang sama (atau berbeda) jenis kelaminnya, hal itu bisa dipenuhi apabila memungkinkan. Tetapi pada kenyataannya berhadapan dengan seseorang dengan jenis kelamin berbeda dan menjadi masalah bagi klien, merupakan latihan yang baik bagi klien. Karena itu sebelumnya konselor harus dapat melihat apakah klien betul-betul mau mencoba.
8. Waktu yang diiliki konselor terbatas.
Sebaiknya sejak awal pertemuan klien mengetahui berapa lama waktu konselor yang tersedia untuk dia. Ada saat di mana konselor tidak memiliki waktu sebanyak biasanya. Karena itu konselor sebaiknya memberikan informasi tersebut beberapa saat sebelum pertemuan, meminta maaf, menjelaskan sebab keterbatasan waktunya dan menunjukkan bahwa konselor mengharapkan bertemu klien pada pertemuan selanjutnya. Meskipun waktunya sebentar , dapat diperoleh suatu hasil pembicaraan seperti halnya demonstrasi bermain peran peserta. Lebih baik memanfaatkan sedikit waktu yang ada daripada meminta klien pergi.
9. Konselor tidak menciptakan hubungan yang baik
Kadang-kadang ”rapport” yang baik dengan klien sulit terjadi. Hal ini bukan berarti konseling harus diakhiri atau mengirimkan klien kepada konselor lain. Akan lebih baik konselor minta pendapat kepada teman sesama petugas di kliniknya untuk mengamati pertemuan dan melihat dimana letak kesulitannya, apakah ada sikap klien yang membuat konselor merasa ditolak klien. Segala kemungkinannya perlu dijajagi. Salah satu aspek penting dari pelatihan adalah bahwa konselor belajar mengatasi situasi yang tidak nyaman bagi dirinya sebelum konseling yang sesungguhnya dilakukan. Mengirim atau meminta klien pergi tidak akan membantu, tetapi mungkin berpengaruh buruk pada klien. Lebih baik mencoba melanjutkan konseling, terutama dengan membuat klien merasa llebih nyaman tentang dirinya sendiri.
10. Konselor dan klien sudah saling kenal
Pada kelompok masyarakat kecil biasanya antara konselor dan klien sudah saling kenal. Kalau hubungan ini biasa-biasa saja(tidak terlalu akrab), konselor dapat melayani seperti pada umumnya, tetapi perlu ditekankan bahwa kerahasiaan akan tetap terjaga, dan konselor akan bersikap sedikit berbeda dengan sikap di luar konseling terhadap klien sebagai temannya. Apabila hubungan konselor dan klien sudah sangat akrab, perlu disampaikan pada klien bahwa lebih baik pindah ke konselor lain yang melayani konseling berdasarkan pengalaman, hubungan akrab ini dapat sangat mempengaruhi jalannya konseling.
11. Klien berbicara terus dan yang dibicarakan tidak sesuai dengan topik pembicaraan.
Situasi ini kebalikan dari situasi dimana klien tidak mau berbicara, tetapi sama-sama menimbulkan kecemasan dan kesulitan bicara bagi konselor. Apabila klien terus-menerus mengulang pembicaraan , setelah beberapa saat perlu dipotong pembicaraannya dengan mengatakan seperti : “Maafkan saya, bu, apakah ibu tegang atau cemas tentang sesuatu, saya perhatikan ibu menyatakan sesuatu hal yang sama berulang-ulang, apakah ada kesulitan yang disampaikan ?” Pertanyaan seperti ini membantu klien memfokuskan kembali percakapan.
12. Klien bertanya tentang hal - hal pribadi konselor
Hubungan konselor-klien adalah hubungan profesional, bukan hubungan sosial. Hal ini penting karena dengan demikian konselor bersikap berbeda dengan sikap orang lain dalam kehidupan klien. Hal ini mungkin sulit dimengerti klien pada awalnya, terutama kalau konselor bersikap akrab dan hangat. Resiko dari hubungan seperti ini adalah konselor mendapat pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi dari klien yang harus dijawab. Hal ini sebaiknya tidak dilakukan karena beberapa alasan. Hal ini akan mengalihkan perhatian konselor dari klien. Hal ini akan mengarah pada serangkaian pertanyaan yang pada awalnya bersifat ringan saja, lama kelamaan pertanyaan akan menjurus kepada masalah-masalah pribadi yang tidak ingin dijawab konselor. Hal ini akan menimbulkan salah pengertian pada klien, seakan ada hal yang salah pada konselor atau pada klien karena perhatian pada masalah tersebut. Kadang-kadang klien ingin tahu apakah konselor pernah mengalami hal yang sama. Jawaban ”YA” akan membuat klien tidak yakin konselor dapat menolong. Sementara kalau dijawab ”TIDAK” klien akan merasa konselor tidak tahu masalahnya. Akan lebih baik apabila ada pertanyaan-pertanyaan pribadi konselor yang menyatakan bahwa kalau konselor bercerita tentang dirinya tidak akan membantu klien , oleh karena itu lebih baik tidak bercerita. Klien akan menerima aturan ini. Hal ini akan lebih baik daripada menjawab sebagian saja dari pertanyaan klien, bukan semuanya, atau lebih-lebih mengelak karena akan merusak kepercayaannya/keterbukaan klien terhadap konselor.
13. Konselor merasa dipermalukan dengan suatu topik pembicaraan.
14. Keadaan kritis.
KESULITAN SAAT KONSELING
Beberapa kesulitan tersembunyi yang disadari oleh konselor, terutama konselor pemula. Antara lain :
1. Berusaha terlalu banyak dan terlalu dini
2. Lebih banyak mengajar daripada membina hubungan
3. Penerimaan yang berlebihan
4. Menampilkan masalah konseling pada orang yang tidak berpengalaman.
5. Kecenderungan untuk menampilkan kepribadian konseling.
6. Merenungkan setelah sesi yang sulit.
UPAYA UNTUK MENGATASI KESULITAN SAAT KONSELING
1. Tiap individu memahami dirinya, dengan memahami diri sendiri maka akan bisa mengatasi kesulitan-kesulitan bidan sendiri.
2. Untuk memperlancar komunikasi siapkan materi, bahan, alat untuk mempermudah penerimaan klien.
3. Menguasai ilmu komunikasi, sehingga dapat melakukan konseling pada semua klien dengan bermacam karakter dan keterbatasan mereka.
4. Meletakkan kearifan sebagai dasar kepribadian konselor aktif.
Kearifan merupakan satu perangkat cirri kognitif dan afektif tertentu yg secara langsung pada ketrampilan dan pemahaman hidup. Karakteristiknya meliputi :
a) Aspek afektif dan kesadaran meliputi empati, kepedulian, pengenalan rasa, deotomatisasi (menolak kecenderungan kebiasaan, perilaku dan pola berfikir otomatik, menekankan kesadaran tindakan dan pilihan yang bertanggungjawab).
b) Aspek kognitif meliputi penalaran dialetik (mengenal konteks, situasi, berorientasi pada perubahan yang bermanfaat.
SUMBER :
1. MNH, 2002, Modul Pelatihan Keterampilan KIP/K
2. Prayitno, 2004, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling
3. Corey G, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi
4. Jalaluddin Rahmat, 2004, Psikologi Komunikasi
0 komentar: